Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Tokoh-Tokoh dari Makassar Part VI


47. Remy Sylado
Yapi Panda Abdiel Tambayong (ER: Japi Tambajong) atau lebih dikenal dengan nama pena Remy Sylado (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945; umur 66 tahun) adalah salah satu sastrawan Indonesia.
Masa kecil
Ia mengalami masa kecil dan remaja di Semarang dan Solo.
Nama samaran
Remy memiliki sejumlah nama samaran seperti "Dova Zila", "Alif Danya Munsyi", "Juliana C. Panda", "Jubal Anak Perang Imanuel", dsb di balik kegiatannya di bidang musik, seni rupa, teater, film, dsb dan juga menguasai sejumlah bahasa.
Karier
Ia memulai karier sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah Aktuil Bandung (sejak 1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (sejak 1971), ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel (sejak usia 18), drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Remy terkenal karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-pertunjukan drama yang dipimpinnya. Ia juga salah satu pelopor penulisan puisi mbeling.
Selain menulis banyak novel, ia juga dikenal piawai melukis, drama, dan tahu banyak akan film. Saat ini ia bermukim di Bandung. Remy pernah dianugerahi hadiah Sastra Khatulistiwa 2002 untuk novelnya Kerudung Merah Kirmizi.
Remy juga dikenal sebagai seorang Munsyi, ahli di bidang bahasa. Dalam karya fiksinya, sastrawan ini suka mengenalkan kata-kata Indonesia lama yang sudah jarang dipakai. Hal ini membuat karya sastranya unik dan istimewa, selain kualitas tulisannya yang tidak diragukan lagi. Penulisan novelnya didukung dengan riset yang tidak tanggung-tanggung. Seniman ini rajin ke Perpustakaan Nasional untuk membongkar arsip tua, dan menelusuri pasar buku tua. Pengarang yang masih menulis karyanya dengan mesin ketik ini juga banyak melahirkan karya berlatar budaya di luar budayanya. Di luar kegiatan penulisan kreatif, ia juga kerap diundang berceramah teologi.
Remy Sylado pernah dan masih mengajar di beberapa perguruan di Bandung dan Jakarta, seperti Akademi Sinematografi, Institut Teater dan Film, Sekolah Tinggi Teologi.
Karya
Filmografi
Sinetron

48. Rina Hasyim
Rineke Antoinette Hassim (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 22 April 1947; umur 64 tahun) dikenal juga sebagai Rina Hasyim adalah aktris yang tenar pada tahun 1970-an dan 1980-an, dan hingga tahun 2000-an masih sering bermain film, meski hanya pemain pendukung. Rina seangkatan dengan aktris lainnya seperti Connie Sutedja, Ida Kusumah, Nani Widjaja, Rima Melati dan Ade Irawan. Selain film, Rina juga bermain sinetron, antara lain sinetron Kawin Muda bersama penyanyi Agnes Monica dan Okan Cornelius.
Keluarga
Rina yang menikah dengan Chris Pattikawa memiliki seorang anak yang pernah menjadi penyanyi tenar di tahun 1980-an, Jean Pattikawa.[1] punya cucu (lerisca putri bianca) anak dari (NURAIDA) dia lagi djkta nyari oma Rina Hasyim dia skrg ikut sanggar SAS saya cuma bntu dia aja.
Kehidupan pribadi
Ia adalah satu dari empat bersama personel golden girls bersama Nani Widjaja, Connie Sutedja dan Ida Kusumah.
Prestasi
  • Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 1976 (Semalam di Malaysia)
  • Best Supporting Actress Festival Film Asia Pasifik 1987 (Akibat Kanker Payudara)
  • Aktris Pembantu Terbaik Festival Film Indonesia 1991 (Zig Zag)
  • Unggulan Piala Vidia FSI 1996 - Pemeran Pembantu Wanita Drama (Balada Dangdut)
Filmografi


  • 2010)
Sinetron

49. Riri Riza
Mohammad Rivai Riza atau yang lebih dikenal dengan nama Riri Riza (lahir di Makassar, 2 Oktober 1970; umur 41 tahun) adalah seorang sutradara, penulis naskah, produser film asal Indonesia. Dia muncul pertama kali sebagai sutradara melalui film Kuldesak pada tahun 1998.
Lulusan SMA Labschool Jakarta dan Institut Kesenian Jakarta ini sering berkolaborasi dengan sahabatnya, Mira Lesmana dalam pembuatan film.
Filmografi
Sebagai sutradara:

50. Ronny Pattinasarany
Ronald Hermanus Pattinasarany atau lebih dikenal dengan nama Ronny Pattinasarany (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 9 Februari 1949 – meninggal di Jakarta, 19 September 2008 pada umur 59 tahun) adalah pelatih sepak bola Indonesia dan salah satu pemain sepak bola legendaries Indonesia.
Ronny meninggal dunia pada
Jumat-19 September 2008, pukul 13:30 WIB, dalam usia 59 tahun, akibat kanker hati yang dideritanya sejak Desember 2007. Ronny pergi meninggalkan seorang istri, Stella Pattinasarany, dan 3 anak: Benny, Yerry, dan Cita yang mendampinginya sampai saat-saat terakhir di Rumah Sakit Omni Medical Center, Pulo Mas, Jakarta Timur.

Karier

Era 1970-an hingga 1980-an, saat sepak bola Indonesia menjadi salah satu raksasa di Asia, Ronny Pattinasary menjadi salah satu yang ikut melambungkan nama tim merah-putih. Pria berdarah Ambon yang lahir di Makassar itu dikenal sebagai sosok pemain papan atas.
Penghargaan yang diperolehnya seperti Pemain All Star Asia tahun
1982, Olahragawan Terbaik Nasional tahun 1976 dan 1981, Pemain Terbaik Galatama tahun 1979 dan 1980, dan meraih Medali Perak SEA Games 1979 dan 1981.
Perjalanan kariernya sebagai pemain bola dimulai bersama PSM Junior pada tahun
1966. Dua tahun kemudian berhasil menembus level senior tim PSM Makassar. Dari Makassar, Ronny hengkang ke klub Galatama, Warna Agung, yang dibelanya dari tahun 1978 hingga 1982. Di sinilah kariernya mulai menanjak sehingga dia pun terpilih masuk dan menjadi kapten timnas. Tahun 1982, Ronny hengkang ke klub Tunas Inti. Hanya setahun di sana, dia pun memutuskan untuk gantung sepatu dan beralih profesi sebagai pelatih.

Pelatih

Ada beberapa klub yang pernah merasakan sentuhan tangannya, yakni Persiba Balikpapan, Krama Yudha Tiga Berlian, Persita Tangerang, Petrokimia Gresik, Makassar Utama, Persitara Jakarta Utara dan Persija Jakarta. Namun prestasi terbaik yang pernah ditorehkan Ronny adalah ketika menangani Petrokimia Putra saat sukses mempersembahkan beberapa trofi bagi klub tersebut yang saat ini sudah bubar dan melebur dalam Gresik United (GU). Ronny membawa Petrokimia meraih Juara Surya Cup, Petro Cup, dan runner-up Tugu Muda Cup.

Lain-lain

  • Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI 2006
  • Wakil Ketua Komdis 2006
  • Tim Monitoring Timnas 2007

Prestasi

Pemain

  • Pemain Asia All Star (1982)
  • Olahragawan Terbaik Nasional (1976 dan 1981)
  • Pemain Terbaik Galatama (1979 dan 1980)
  • Medali Perak SEA Games (1979 dan 1981)

Pelatih

  • Petrokimia Juara Surya Cup
  • Petrokimia Juara Petro Cup
  • Petrokimia menjadi runner-up Tugu Muda Cup

51. Ronny Sianturi
Ronny Sianturi yang memiliki nama lengkap Ronaldus Parasian Sianturi (lahir di Makassar, 3 September 1965; umur 46 tahun) adalah bintang sinetron dan presenter, serta penyanyi.

Karier

Nama Ronny populer sebagai pembawa acara Kuis Piramida yang ditayangkan di RCTI. Selain itu, Ronny bersama Edwin Manangsang dan Yani membentuk grup vokal Trio Libels, sebelum akhirnya menyanyi solo. Lagu-lagunya yang populer antara lain "Merah Hitam Cinta", "Melangkah di Atas Awan", "Bintang Abadi", "Sudikah Kamu", dan "Bintang Keabadian".
Selain menyanyi, Ronny juga bermain di sinetron dan layar lebar. Beberapa sinetron yang pernah dibintanginya antara lain ""Si Doel Anak Sekolahan" (sebagai ayahnya Raka) Serpihan Mutiara Retak, Meniti Cinta, dan bersama Desy Ratnasari membintangi sinetron Andini, serta sinetron Melangkah di Atas Awan bermain bersama Alya Rohali.
Ronny juga pernah membintangi film layar lebar, antara lain Kembali Lagi (1993) bersama Nike Ardilla, Rano Karno, Ade Irawan, dan Dien Novita, serta film Satu Lelaki Dan Tiga Hantu Cantik (2003) bersama Cut Keke dan Kiki Fatmala.

Kehidupan Pribadi

Ronny pernah menikah dengan rocker Atiek CB. Sayang pernikahan yang belum sempat dikaruniai keturunan ini berakhir dengan perceraian.

Diskografi

Solo Album

Bersama Trio Libels

Filmografi


52. Rose Pandanwangi
Rosalina Poppeck atau dikenal sebagai Rose Pandanwangi (lahir 26 Juni 1930; umur 81 tahun) adalah seorang penyanyi seriosa Indonesia, asal Makassar. Suaminya, S. Sudjojono, adalah seorang pelukis, yang juga memberi nama Rose Pandanwangi.

Karier

Perjalanan karir Rose Pandanwangi dalam dunia seriosa diawali ketika bertemu dengan guru menyanyi Jepang Miakira. Oleh Miakira, Rose diperkenalkan dengan serombongan orkes dari Jepang yang mengadakan tour keliling di Ujung Pandang. Bakat dan warna suara Rose ternyata cocok dengan selera orkes tersebut. Akhirnya ia diikutkan pada orkes tersebut. Akhirnya selain Rose tergabung juga ayah Mochtar Embut.
Sukses sebagai penyanyi solo orkes, oleh ayahnya pada tahun 1947 dikirim ke Eropa untuk memperdalam musik. Di Eropa inilah bakat Rose dibidang tarik suara khususnya seriosa dapat berkembang. Tahun 1952 ia pulang ke Indonesia. Tahun 1958 untuk pertama kalinya mengikuti lomba bintang radio jenis seriosa dan merebut juara III. Tahun 1959 ia mengikuti lomba lagi, dan berhasil mengalahkan penyanyi legendaris seriosa Indonesia Norma Sanger. Prestasinya diulang lagi ketika tampil menjadi juara nasional di Senayan tahun 1981. Sejak tahun 1958 sampai 1965, ia telah mengumpulkan 14 piala kemenangan baik untuk tingkat DKI maupun tingkat nasional. Semenjak tahun 1965 Rose tidak aktif mengikuti lomba-lomba bintang radio untuk memberi kesempatan kepada pendatang baru. Ia lebih aktif sebagai juri untuk lagu-lagu seriosa dan aktif mengadakan pentas di berbagai acara hiburan maupun gereja-gereja.
Prestasinya tidak terbatas di dalam negeri, tetapi juga ke mancanegara. Tahun 1953 ia mengikuti festival lagu klasik yang diadakan di Bucharest, Rumania dan berhasil sebagai juara III. Selain itu juga aktif pentas panggung hiburan antara lain di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, dan Lembaga Indonesia Amerika. Model suaranya untuk tahun-tahun berikut hingga kini, dianggap sebagai contoh paling baik untuk seriosa. Nama wangi baru dikenal tahun 1958. Sebelum itu, ia memakai nama Rose Sumabrata, dan dengan nama ini ia telah pula menyanyi di beberapa negeri di luar Indonesia. Sepeninggal suaminya ia merawat galeri yang terletak di Pasar Minggu.


Source Wikipedia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar